Sunday, May 11, 2014

[Day 17] #CurhatAwalHari: Uang Kecil Untuk Kembalian

Hello, readers! (Padahal gue gak yakin ada yang baca lagi selain gue, bahkan adek gue aja cuma "iya nanti gue cek blog lo" kalo gue minta buat baca, even pake hp dan kuota gue T.T #CurhatAwalHari). Dan di post kali ini, gue ingin sedikit komplain mengenai masalah "Uang Kecil Untuk Kembalian" di loket karcis TransJakarta. Kenapa baru sekarang gue angkat mengenai hal ini? Karena emang gue sendiri baru ngalamin yang bener-bener gak ngenakinnya tadi pagi, sebelum gue berangkat ke kampus.

Jadi pagi ini gue seperti biasa jalan dari rumah ke shelter Halimun tempat biasanya gue naik TransJakarta pertama kali buat ngarah ke kampus. Sedikit agak telat soalnya gue baru keluar rumah 07.40 dan estimasi jalan dari rumah ke shelter itu bisa ± 15 menit,, tergantung lagu yang ke-shuffle enak atau nggak. Amunisi yang gue bawa hari ini cuma selembar uang berwarna merah yang terpampang gambar Bung Karno dan Bung Hatta (bukan merah kapal phinisi ya, udah gak laku, kawan), soalnya sisa kertas bernilai tukar yang gue sendiri perbolehkan untuk pake tinggal itu, sisanya lg di inkubator (tabungan lah pokoknya). Dan sesampainya di shelter Halimun lah hal yang paling bikin was-was itu terjadi.

Sampe di shelter disekitar jam genting, yaitu 07.52 (sepengelihatan gue di jam dalam loket), langsung dong gue keluarin selembaran yang gue punya tadi buat dituker sama karcis, belom juga gue kasih itu alat tukar, mbaknya langsung nyautin, "Mas, gak ada kembaliannya, Mas. Dua ribuan aja!". Panik lah gue, secara yang gue punya di dompet cuma selembaran itu kan, mana makin was-was karena hampir jam 07.00, dimana semua karcis murce berharga Rp. 2,000,- ditukar dengan karcis reguler yang nominalnya naik 75%, ya Rp. 3,500,-. Meskipun bukan anak kostan atau perantau, tapi sebagai calon generasi muda peduli kantong mesti tetep hemat dong biar terkesan irit. Lagian siapa yang gak mau barang murah?

Akhirnya dengan sedikit jampe-jampe (gakdeng), gue mulai buka semua kantong kecil yang ada di dompet dan tas. Sambil dikejar-kejar 'deadline karcis murce', gue ngerogoh dengan brutal semua kantong tadi, berharap ada recehan yang nyelip disalah satu kantongnya. Dan alhasil bin alhamdulillahi rabbil alaamiin, ditemukanlah beberapa koin yang membentuk nilai nominal Rp. 2,000,-, bahkan total semuanya Rp. 2,500,-! Totalnya 3 keping Rp. 500,-, 2 di kantong depan tas, satunya lagi didalam tas; dan 1 keping Rp. 1,000,- yang desainnya sudah lebih futuristik biarpun lebih mirip koin buat main Flip the Coin di selipan dompet. Dan untungnya biarpun mbak penjaga loket itu tadi judes dan nyolot secara bersamaan tadinya, tapi dia baik tetep ngasih karcis murce ke gue padahal jam di loket udah nunjukkin 07.59 (biasanya udah mulai praktek korupsi waktu tuh, tiketnya udah jadi reguler lagi). Many thanks mbake!

Sedikit lagi keberuntungan di pagi ini yang gue terima, tapi tetep ada sedikit keprihatinan mengenai hal ini buat gue. Untuk kembalian yang nilainya lima ratus rupiah sih mereka nyetok banyak, gak ngembaliin dengan alat tukar berbagai varian rasa kayak di kebanyakan minimarket (permen ya maksudnya, bukan nyang entuh. Hm), tapi masa kembalian uang besar gak ada? Harusnya uang yang tadi gue kasih bisa kan dituker sama 1 karcis murce, 1 lembar uang biru, 2 lembar uang hijau, dan 4 lembar uang abu-abu? Gue juga gak tau sih modal awal yang didapat setiap paginya berapa dari tiap pool, tapi juga kan gak semua orang megangnya uang nominal besar gitu, apalagi operasi TransJakarta dimulai dari jam 05.00, hampir gak mungkin kalau gaada pemasukan di jam-jam tiket murce beredar gitu ditambah Halimun tuh shelter yang bisa dipake transit dua arah, Pulogadung dan Dukuh Atas.

Pelajaran yang gue dapet hari ini sih gak ada lagi selain:

Selalu harus siapin uang kecil sebelum berangkat naik kendaraan umum berpenumpang massal, demi menghindari hal-hal yang akhirnya bikin lo gak nyaman karena panik gak ada alat tukar memadai.

Dan ada harapan juga sih biar hal kayak gini dihindari kedepannya. Seenggaknya, siapin juga lah nominal besar yang sedikit lebih rendah nilainya untuk tukaran uang nominal tertinggi di negara ini, andai harus dikasih kembalian 49 lembar dua ribu rupiah pun gue gak bakal nolak, yang penting bukan uang palsu :|

Okay, that's all my shouts for today. Jelek sih mulai hari sama keluhan, tapi makasih udah sudi nikmatin sereal racikan gue diwaktu senggangnya! Ciao!

Thursday, April 17, 2014

[Day 16] A Long Way Back Home, Yet the Most Exciting One!

Selamat datang kembali! Udah lama gue gak nulis, lebih dari setengah tahun kayaknya gue gak bikin entry apapun untuk blog ini. Ya begini lah nasib blog yang dimiliki penulis amatiran dan angin-anginan, mostly full of trashy posts or get abandoned from the writer's any other daily activities. Untung gue lagi belajar untuk adil, jadi gue melakukan keduanya dalam dua fase berbeda; setelah diisi entry nyampah di fase pertama, kemudian gue telantarkan. Maafkan saya yang labil ini, blog, pemirsa.

Friday, October 18, 2013

[Day 15] A Simple Thing That We Have To Learn From The Elders

Halo! Belakangan ini gue gak rutin nulis lagi, beda banget sama waktu awal-awal gue baru bikin blog. Mungkin fenomena ini dikarenakan rutinitas nguli (re: kuliah) yang cukup ngagetin anak baru kemaren sore (baru lulus SMA) kayak gue dan juga tugas-tugasnya yang cukup membuat gue mengerahkan seluruh kemampuan otak yang seadanya ini. Pagi ini aja gue dibuat kelimpungan sama modul praktek Rangkaian Listrik yang belum gue pegang karena jadwalnya berubah tiba-tiba. Secara gue yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan kelas.

Monday, October 7, 2013

[Day 14] Tolong Sabar, Lihat Dibawahmu

Hai! Wah gila kangen banget gue nge-blog lagi. Udah usang kali ya ini blog gara-gara penulisnya masih labil mood kayak anak kecil cuma karena suatu berita kecil. Sebenernya gak cuma itu, gue juga sibuk sama jadwal kuliah yang padat dari Senin sampe Sabtu. Terus juga 5 Oktober kemarin gue mini-reunion sama anak-anak Rumre; ada si pemilik rumah aka Raihan (@raihanadii7), Reza (@rahmadiwahid), Nashya (@nashyarchd) juga Nabil (@nabilramadhana) dan pacarnya, Noni (@nonskey). Sebelum mini-reuni itu gue nonton Pre-Event dari Anttic 9th: Kolestig (Kolaborasi Ekskul Tiga), yang judul pementasan dramanya adalah "Neonoise" di gedung PPHUI. Were you there?

Saturday, September 14, 2013

[Day 13] Kejengkelan Terbalut Berkah



Kapan terakhir kali lo ngerasa dikasih kenikmatan yang lebih dari biasanya oleh Tuhan? Jujur, hari ini adalah salah satu hari paling nikmat yang pernah Allah SWT berikan, menurut gue. Before going to the main story, I'd happily say so much thanks to Allah SWT for His gifts to me today! Tentu tanpa mengesampingkan nikmat kehidupan yang selalu diberi-Nya setiap hari.

Friday, September 13, 2013

[Day 12] Dedikasi: Hal Penting Yang Kian Langka

Hari ini gue sampe kampus (mungkin dimata orang-orang) kepagian lagi, pukul 10.30 gue udah sampe, padahal kelas baru mulai pukul 13.00, akhirnya gue nunggu di Masjid Al-Royyan sekalian solat Jumat disana. Tapi seperti yang gue pelajarin di akhir artikel "Refleksi Krisis Gentle-isasi", justru gue jadi ngerasa lebih siap buat ikut kuliah hari ini. Ada juga kutipan yang sampe sekarang masih gue inget dengan baik terpampang di gerbang masuk gedung SMP Negeri 1 Jakarta (gini-gini gue pernah SMP ya): 
Lebih baik menunggu satu jam daripada terlambat satu menit
Dan emang bener. Apalagi kalo lo buat janji sama orang, terutama relasi bisnis. Mending dateng beberapa menit sebelum waktu perjanjian deh daripada harus rushing with time karena hampir telat. Hargai waktu yang ada, karena waktu gak akan bisa terulang lagi. 

Thursday, September 12, 2013

[Day 10 to 11] Refleksi Krisis Gentle-isasi

Gue nulis ini dalam keadaan sangat bahagia. Pertama, di dua hari terakhir ini, gue langsung dapet refleksi dari kelakuan 'cowok-cowok' di [Day 9]. Kedua, I know how it feels to be an 'in time' person. Kenapa gue bilang 'in time'? I'll explain it later, here!