Thursday, April 17, 2014

[Day 16] A Long Way Back Home, Yet the Most Exciting One!

Selamat datang kembali! Udah lama gue gak nulis, lebih dari setengah tahun kayaknya gue gak bikin entry apapun untuk blog ini. Ya begini lah nasib blog yang dimiliki penulis amatiran dan angin-anginan, mostly full of trashy posts or get abandoned from the writer's any other daily activities. Untung gue lagi belajar untuk adil, jadi gue melakukan keduanya dalam dua fase berbeda; setelah diisi entry nyampah di fase pertama, kemudian gue telantarkan. Maafkan saya yang labil ini, blog, pemirsa.


Kembali ke kenyataan hidup, pagi ini gue mulai dengan senyum. Ya, senyum lebar. Senyum frustasi yang sangat lebar, mengingat pagi ini gue harus berangkat pagi banget untuk ngejar jadwal praktikum jam 8 pagi. Sebenernya jadwal asli gue hari Sabtu, tp gue minta ganti sama jadwal temen yang lagi sakit jadi ke hari ini. Alhasil, selesai shalat subuh, mandi, sarapan dan alat perang, gue berangkat ke kampus. Sama seperti biasa, jalan kaki dari rumah ke shelter Harmoni, lalu naik ke arah Dukuh Atas 2 dan menyebrangi Dukuh Atas 1.

Adrenalin gue seringkali terpacu kalau ada orang yang jalannya terlalu lambat, atau bahkan terlalu cepet menurut gue. Bawaannya pengen ngeduluin aja. Sampai pada akhirnya, gue menemukan arti kata "Umur bukanlah batasan bagi kekuatan". Pas lagi jalan, didepan gue ada seorang bapak, atau mungkin bisa disebut kakek yang kalau diterka kira-kira umurnya sekitar 50-60 tahun, jalan di depan gue. Yang bikin gue terperangah, bapak ini jalannya lebih cepet dari jalan orang-orang. Gue terpacu buat ngejar demi membela martabat kaum muda (berasa Peristiwa Rengasdengklok), tapi yang ada gue makin nganga. Bapak itu ritme langkah dan cepetnya sama kayak gue! Ini entah gue yang emang lemah atau si kakek terlatih, soalnya dia lewatin beberapa orang juga, dan jalannya pun tegap.

Bete karena kalah sama kaum tua, gue gak sadar kalau udah ada bus yang dateng. Jadi lah gue didorong-dorong sama massa yang keliatannya juga pada hampir telat. Gue sendiri was-was sih karena 40 menit sebelum jam 8, gue belum sampe juga di Harmoni. Bermodal doa dan harap-harap cemas, gue berusaha menggapai asa menuju ruang praktikum kampus. Beruntung pas sampe disana, ternyata asisten laboratorium (asslab) gue juga baru dateng. Dan dimulailah keseharian kampus gue yang patutnya di-skip karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya blog ini.

Setelah melalui praktikum dan quiz mata kuliah yang bisa-bisanya meyakinkan kita bahwa 1 + 1 = 0 ber-carrie 1 -- Ya, Teknik Digital -- gue pulang ke rumah, berharap bisa sampe cepet biar punya lebih banyak waktu buat ngerjain laporan. Feel blessed is the first thing that cross my mind everytime a not-too-crowded-double-corridor TransJakarta bus stops on Jembatan Gantung bus shelter. Tanpa lihat arah tujuannya, gue masuk ke bus dan melakukan kebiasaan baru gue selama beberapa bulan terakhir: Pasang handsfree, dan mempertahankan mata sekuat tenaga biar gak terbuai dalam nyenyak. Sampai akhirnya didekat shelter Harmoni, seorang bapak dengan koper besar dan kumis tegas menantang menghampiri gue (sumpah ini tidak seperti yang kalian pikirkan).

Bapak Rustam namanya, asal Mamuju, Sulawesi Selatan. Berumur sekitar 40 tahun dengan perawakan tegas namun bobot dan tinggi badan tidak semenantang mata dan kumisnya (baiklah, ini namanya minta dicengin -- tapi deskripsi gue serius begitu orangnya), buat meyakinkan kalian, gue kasih fotonya:

Pak Rustam

Errr.....gue merasa makin minta dicengin dengan candid yang posenya seakan udah gue arahin begitu -..- perjalanan berlanjut, pak Rustam ini pengen ke rumah adik sepupunya dan janjian ketemuan sama adiknya di shelter Ragunan setelah selesai 5 hari pelatihan di Tangerang. Beliau balik ke Mamuju hari Minggu pagi nanti. Dengan lugas gue jawab, "Wah sekalian sama saya aja pak kalau gitu, saya juga ke shelter yang transitnya bisa ke arah Ragunan".  Bus mulai melaju meninggalkan Harmoni, kemudian gue denger kalau alert dari supir bus bilang bus ini bakal mengarah ke Pecenongan. Great, sekarang gue nyasarin perantau. Akhirnya dengan sedikit pengertian, kita turun di Pecenongan dan lanjut ke Harmoni lagi sebelum ke Dukuh Atas.

Bus jurusan Kota - Blok M langsung dateng begitu kita berdua turun dari bus. Entah karena besok 'long weekend' atau ada hal lain, tapi keramaian jalanan Jakarta hari ini bisa disebut "Kamis Rasa Jumat". Baru mau ke arah Monas aja udah macet banget karena banyak mobil yang muter balik dari arah RRI. Selang beberapa waktu kemudian, ada anak kecil kisaran 7 tahun yang bawa box plastik dan pegang kantong kresek hitam sambil nawarin pempek ke setiap penumpang di dalam bus. Jujur awalnya gue gatau mesti gimana, secara lambung gue udah luka dan mesti makan makanan yang cara pembuatannya higienis (kalo sering nonton acara penyelidikan di salah satu TV swasta pasti ngerti kenapa gue ngomong gini), udah gitu kalau ketauan awak on-board nya bisa ribet lagi.

Berlandaskan empati, akhirnya gue panggil anak ini, "Dek, duduk sini.", setelah dia duduk gue tanya lagi, "Pempeknya berapa satunya? [Sambil inget-inget isi dompet sisa berapa :")]", langsung gue beli beberapa setelah dia sebut harga satuannya sekalian nawarin ke pak Rustam yang kemudian di-terimakasih-kan saja, dan gak lama kemudian ada seorang bapak lagi yang beli ke anak itu. Sepanjang sisa perjalanan dari shelter Monas ke Dukuh Atas gue cuma perhatiin macetnya jalanan sepanjang Sarinah-Bunderan HI sambil sesekali terenyuh liatin anak itu ngitungin recehan yang dia peroleh hari ini. Sampai di Dukuh Atas pun, gue udah gak kaget lagi kalau panjang antreannya gila-gilaan, udah jam 5 lewat dan besoknya mulai libur, pasti ramai. Akhirnya instead of taking the Dukuh Atas-Pulogadung route, I took the Dukuh Atas-Ragunan. Jadi gue bareng pak Rustam naiknya.

Pas antre bus di Dukuh Atas 2, gue wanti-wanti pak Rustam soal kebrutalan penumpang arah Ragunan yang kalau mau masuk bus pasti dorong-dorongan. Dan bener aja, bahkan punggung gue kena sikut penumpang dibelakang gue pas masuk. Mulai deket shelter Setiabudi Utara, gue pamit ke pak Rustam untuk transit duluan. Biarpun makan waktu sedikit lebih banyak, tapi enaknya nunggu bus di shelter ini gak pernah lama. Tapi ada aja emang nih hari, bus didepan gue mogok, didukung lagi oleh macetnya Setiabudi arah Latuharhary/Menteng. Sekitar 1 jam buat nelusurin Latuharhary sampe Halimun, akhirnya gue bisa ngerasain udara bebas setelah lebih dari 3 jam dari bus ke bus.

Dan keluar dari shelter Halimun, gue harus jalan kaki lagi sampe rumah. Ditengah jalan, bener aja gerimis membasuh raga (aih), lari lah gue sampe masjid terdekat. Selama berteduh, gue nyicil nulis postingan. Sekitar setengah jam neduh, akhirnya gue bisa lanjutin perjalanan juga. Jadi lah gue sampe rumah sekitar jam 8 malam, perjalanan yang biasanya cuma kurang lebih 1 jam, berlipat jadi 4 jam karena kegilaan jalanan Jakarta hari ini.

Dan seperti biasa, yang bisa gue pelajarin dari kejadian-kejadian hari ini adalah:

» "Umur bukanlah batasan bagi kekuatan" - Bener banget nih, seringkali gue liat bahkan yang lebih tua dari bapak ini masih bisa jalan jauh. Ngebuka pikiran gue juga sih buat lebih manfaatin waktu luang buat olahraga ketimbang nimbun lemak sambil nyantai tiduran. Gak lucu kan umur 50an udah harus pake alat bantu buat kemana-mana sementara Bob Sadino dan Kenny Rogers masih terlihat gagah di usia mereka sekarang.

» "The world needs patriots, those who does small acts and become the pioneer to make the world a better place" - Ya, sedikit aksi kecil bisa menggerakkan orang lain untuk mengikutinya. Bisa dibilang butuh persuasive-provocation, karena banyak manusia sekarang ini butuh contoh untuk ditiru ketimbang inisiatif jadi patriot. Bukan arogan, tapi hasil analisa gue ya begitu.


Okay, that's all my shouts for today now. Thanks to read this post patiently! Ciao!

No comments:

Post a Comment