Friday, October 18, 2013

[Day 15] A Simple Thing That We Have To Learn From The Elders

Halo! Belakangan ini gue gak rutin nulis lagi, beda banget sama waktu awal-awal gue baru bikin blog. Mungkin fenomena ini dikarenakan rutinitas nguli (re: kuliah) yang cukup ngagetin anak baru kemaren sore (baru lulus SMA) kayak gue dan juga tugas-tugasnya yang cukup membuat gue mengerahkan seluruh kemampuan otak yang seadanya ini. Pagi ini aja gue dibuat kelimpungan sama modul praktek Rangkaian Listrik yang belum gue pegang karena jadwalnya berubah tiba-tiba. Secara gue yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan kelas.



Mestinya gue jalan jam 10 lewat dari rumah, karena baru ada jadwal mata kuliah jam 1 siang nanti, tapi karena panik sama jadwal praktek yang berubah dari Dasar Komputer (DasKom) ke RL ini gue jadi berangkat jam 09.30 dari rumah, berharap pas sampe kampus bisa minta modulnya untuk difotokopi ke asisten lab. Jadilah gue berangkat seperti biasa dari Halimun sampe Dukuh Atas, terus sambung ke Harmoni buat menuju Jembatan Gantung.

Di shelter Dukuh Atas, gue bersyukur banget karena gak lama nunggu bis arah Harmoni, jadi gue gak harus was-was karena takut telat sampe kampus dan masih sempet ngejar ibadah shalat Jumat. Dan seperti biasa, gue liat pemandangan kurang menyenangkan, ada seorang kakek yang masih terlihat bugar biarpun udah berumur sekitar kepala 6, berdiri di konektor bis. Beberapa kali sih gue dikomentarin sama temen gue, Aryo (@aryoprioagung) tentang blog gue yang isi ceritanya kalo gak kakek-nenek naik TransJakarta atau cewek yang berdiri padahal ada cowok yang duduk didepannya, tapi ya emang itu hal yang masih jasi sorotan disekitar kita, yang biasa gue sebut "Krisis Gentle-isasi".

Gue tanya ke bapak tersebut -- karena menyebut 'kakek' terlalu kasar ya kayaknya -- beliau naik bis sampe mana, dan beliau jawab, "Saya sampe Kota dek". Inisatif gue langsung nengok ke pemuda terdekat untuk gantian tempat sama kakek ini, tapi belum sempet gue lanjutin omongan, bapak itu udah teriak, "Eh jangan dek, gak usah.", padahal si pemuda udah berdiri untuk kasih kursinya, tapi bapak itu malah menyuruh pemuda tersebut untuk kembali duduk.

Pas gue lagi bingung-bingungnya dengan apa yang baru gue liat, bapak tersebut langsung bicara, "Gak apa-apa dek, udah biasa kok. Saya kan emang ada kerjaan di Kota, jadi udah sering berdiri di bis, biasanya 2-3 kali seminggu, jadi udah biasa. Tapi terimakasih ya". Yang bisa gue ucapin juga cuma 'maaf'. Kenapa maaf? Karena gue ngerasa jadi pahlawan kesiangan yang malah terkesan meremehkan bapak tersebut. Tapi gue gak bermaksud begitu, gue cuma ngikutin norma sosial yang (kalau memang masih) berlaku.

Yang kemudian terbesit di benak gue adalah hal-hal berikut:

1. Bapak ini emang udah biasa berdiri di bis karena mungkin lagi ikut program atau mencegah kemungkinan penyakit-penyakin dimasa lansia.

2. Bapak ini udah terlanjur begitu memaklumi keadaan generasi sekarang.

Kalau memang yang ada dipikiran bapak tersebut adalah poin nomor 2, maka betapa menyedihkannya generasi setelah bapak itu. Dan menurut gue udah percuma kalo cari titik awal permasalahan yang dialami generasi saat ini, karena yang ada malah perdebatan demi perdebatan. Justru yang dibutuhkan sekarang adalah sosok patriot yang mempelopori perubahan pada sifat dan sikap generasi saat ini dan masa depan.

Ah sudahlah, gaya banget gue ngomong begitu. Kemudian turunlah gue di shelter Harmoni dengan pamit sebelumnya ke bapak tersebut. Lalu mulai beraktifitas sehari-hari, nguli. Dan gue gak akan cerita soal suasana tempat gue berkuliah, karena bakal makan banyak waktu pembaca, ditambah out of bound kalo gue malah omongin hal-hal diluar kehidupan gue didalam bis, terkecuali kalo gue bikin postingan sendiri untuk itu, kayak #NyasarTraveller » http://semangkukserealditj.blogspot.com/2013/08/feature-nyasartraveller-part-i.html?m=1

Jam pulang gue hari ini tuh pukul 16.30, dan yang begitu membahagiakan hari ini adalah cuacanya! Terutama disekitaran Grogol-Daan Mogot, mendung sepanjang hari, dan anginnya pun cukup membuat Jakarta jadi bukan Jakarta, gak panas sama sekali. Sampe gue pulang pun tetep begini.
Anyway, perjalanan pulang gue lancar banget dan cenderung bisa duduk sepanjang perjalanan, but nothing interesting to be written here. Sampe rumah juga paling lanjutin nugas (re: ngerjain tugas) lagi.

Untuk point yang bisa kita ambil dari perjalanan gue hari ini, kurang lebih seperti ini:

• Don't be afraid to be a pioneer. Karena kalo lo takut untuk memulai sesuatu (definitely, the good ones), maka lo gak akan tau apa hal lain yang bisa lo lakukan. Gak perlu takut sama pendapat menjatuhkan yang orang lain tujukan ke diri lo, karena disitulah ujian jadi seorang patriot, dan seorang patriot atau pemimpin biasanya memiliki perbedaan yang menonjol dari yang lain kan? Bahkan bisa jadi, seperti resolusi yang gue bahas di paragraf mengenai menyikapi generasi saat ini dan kedepannya, mungkin lo bakal jadi sosok patriot yang mempelopori perbaikan sifat dan sikap generasi sekarang dan penerus. What a proud, eh?

• Semangat juang. Yap, the elders have it. Gak usah berkaca dari bapak diperjalanan gue hari ini, cukup berkaca sama orangtua atau sesepuh dilingkungan kalian aja. Banyak dari mereka yang gak mau dipandang remeh, bahkan menolak untuk dibantu. Karena mereka merasa masih mampu, biarpun kemampuan mereka udah gak sama lagi seperti saat mereka muda. Contoh dari gue sih ada di diri kakek gue. Entah beliau gengsi atau gimana, tapi tiap mau kemana-mana selalu naik sepeda dan seringkali nolak tawaran dianter pake motor atau mobil. Alasannya karena gak mau bergantung dan biar tetep sehat. Tiap minggu pun ikut car-free day. That's what I call 'fighting spirit'!

Okay, that's all my shouts for today. Nugas dulu ya! Ciao!

No comments:

Post a Comment