Friday, September 13, 2013

[Day 12] Dedikasi: Hal Penting Yang Kian Langka

Hari ini gue sampe kampus (mungkin dimata orang-orang) kepagian lagi, pukul 10.30 gue udah sampe, padahal kelas baru mulai pukul 13.00, akhirnya gue nunggu di Masjid Al-Royyan sekalian solat Jumat disana. Tapi seperti yang gue pelajarin di akhir artikel "Refleksi Krisis Gentle-isasi", justru gue jadi ngerasa lebih siap buat ikut kuliah hari ini. Ada juga kutipan yang sampe sekarang masih gue inget dengan baik terpampang di gerbang masuk gedung SMP Negeri 1 Jakarta (gini-gini gue pernah SMP ya): 
Lebih baik menunggu satu jam daripada terlambat satu menit
Dan emang bener. Apalagi kalo lo buat janji sama orang, terutama relasi bisnis. Mending dateng beberapa menit sebelum waktu perjanjian deh daripada harus rushing with time karena hampir telat. Hargai waktu yang ada, karena waktu gak akan bisa terulang lagi. 

Setelah kuliah dan briefing UKM dan solat Ashar di kampus, rencana gue selanjutnya ya pasti balik dong. Di Jembatan Gantung ada bis yang mogok, jadi mau gak mau gue harus naik dulu bis ke arah Kalideres, turun di shelter Dispenda-Samsat Barat, baru lanjut ke arah Harmoni. Sedikit info, shelter Dispenda-Samsat Barat itu cuma satu shelter setelah Jembatan Gantung, jadi gak jauh-jauh banget. 

Di shelter inilah, gue ketemu seorang Pegawai On-Board/Awak TransJakarta yang paling patut diteladani oleh seluruh pegawai lainnya. Nama beliau adalah Pak Yudhistira. Gue dapet namanya juga setelah akhirnya ngeberaniin nanya waktu sampe di shelter Harmoni, biarpun gak dapet nama lengkapnya, tapi di 'interview' singkat itu, dia masih nunjukkin kepribadiannya yang ramah dan bersahabat. Kurang lebih kayak gini 'interview' gue dan Pak Yudhistira: 

Gue: *melangkah keluar dari bis* "Maaf, dengan bapak siapa ini?" 

Pak Yudhistira: "Pak Yudhistira, ada apa ya?" 

Gue: "Oh gapapa, Pak. Cuma senang sama kinerja bapak. Makasih banyak, Pak." 

Pak Yudhistira: "Dikira kenapa, fans toh hahaha iya hati-hati." 

Bener-bener ramah. Tapi gak cuma itu, selama perjalanan dari shelter Dispenda-Samsat Barat sampe Harmoni, beliau ini gak pernah tarik urat untuk ngerapihin para penumpang didalam bis, dan juga penumpang yang coba nerobos masuk ketika bis udah terasa penuh. Tenang banget, bijaksana tapi tegas juga. Baru sekarang gue naik bis yang awak on-board-nya kayak beliau ini. 

Hal lain yang bikin beliau patut diteladani adalah pribadinya yang begitu mengayomi para penumpang. Pak Yudhistira ini sepanjang perjalanan pasti bikin guyonan atau sekedar ajak ngobrol sebagian penumpang, mencoba mencairkan suasana. Dan setiap berhenti di satu shelter, kalimat yang selalu beliau ucapkan adalah, "mohon dicek lagi barang bawaannya. Tas, dompet, handphone pastikan ada, utamakan lansia, ibu hamil atau yang bawa anak, dan penyandang cacat. Terimakasih". Coba, kapan lagi ada on-board crew TransJakarta yang kinerja dan dedikasinya sehebat beliau? 

Ini Pak Yudhistira. Backlight ini membunuhku, sungguh.

Yang gue liat dari Pak Yudhistira ini adalah dedikasi. Karena ketika lo mendedikasikan apa yang lo lakuin untuk kepentingan publik, maka itu udah mencakup elemen-elemen penting lain, seperti; loyalitas, keikhlasan, kerja keras, semangat dan etos kerja. Hal-hal yang begitu sulit ditemukan sekarang ini. Dan hanya mereka yang tau bagaimana cara bersyukur atas pemberian Tuhan, yang melakukan apapun dengan penuh dedikasi, sesederhana apapun pekerjaan itu. 

Sisa perjalanan gue sampe di rumah dari shelter Dukuh Atas bisa dibilang biasa aja, gak ada yang bener-bener menarik. Kecuali foto ini, yang bikin rasa iseng gue muncul: 

Hai, Neng. Besok nge-date nyok? Janjian disini ajah. Cusss yuk ah!
Bisa aja sih Si Oom ini. Tapi demi melindungi hak 'berekspresi' orang lain, maka gue sensor wajah Si Oom. Gak enak kan kalo terang-terangan gue tampilin wajahnya Don Juan TransJakarta satu ini. Jangan diambil hati ya Oom, sudah mengikuti kode etik kok. 

And that's all my shouts for today. Hope you would enjoy reading it. Ciao!

No comments:

Post a Comment